Crash Landing On You (bukan review)
Sebelum membaca saya ingatkan ya. Ini bukan review.
Saya sangat jarang mengikuti Drama Korea (DraKor) (*jarang di sini juga bukan berarti rutin update informasi DraKor terbaru ya). Sampai pada akhirnya saya putuskan menonton DraKor sebagai bagian dari strategi untuk mendapatkan hiburan secara tidak konvensional di kala hadapi pandemi Covid-19. Saya terbiasa untuk mencari hiburan pribadi dengan cara menonton film yang rilis di bioskop atau menonton film melalui Netflix atau sekadar membaca buku. Dahulu mendengarkan musik atau mendengarkan radio juga menjadi strategi konvensional saya dalam mencari hiburan. Namun, saat ini sudah tidak lagi menjadi “hiburan” saya. Saya menganggap hal ini sebagai bagian dari efek “disrupsi hiburan pribadi”. Alasannya? dahulu saya terbiasa untuk mendengarkan radio atau mendengarkan musik melaui aplikasi music streaming, tapi dua aktivitas yang lebih banyak menggunakan kemampuan auditif itu saat ini terkesan lebih pantas saya nobatkan sebagai “partner kerja” daripada sekadar menjabat sebagai “hiburan” semata. Mendengarkan radio, mengamati percakapan audio podcast atau mendengarkan musik lewat Spotify atau Apple Musicadalah aktivitas rutin ketika berolahraga, mengerjakan tugas kampus atau kantor dan juga menjadi teman ketika sedang berada di jalan.
Kembali ke topik tulisan saya kali ini yaitu DraKor. Setelah mempertimbangkan cukup laman untuk mencari dan akhirnya memutuskan menonton. PIlihan saya akhirnya jatuh kepada DraKor Crash Landing On You (CLOY) itupun setelah penasaran dengan beberapa fenomena yang muncul karena ditimbulkan oleh DraKor ini (Ji-won, 2020). Rasanya terkesan begitu terlambat mengenal DraKor. Tapi, biarlah. Saya juga sampai saat ini belum bisa menerima tontonan DraKor lain, selain CLOY. Setelah tuntaskan CLOY, sempat juga saya coba kirim pesan melalui media sosial Twitter, menanyakan ke follower, apakah ada rekomendasi DraKor dengan judul lain. TIdak membutuhkan waktu lama, akhirnya pesan saya direspon oleh teman-teman yang rutin mengamati dan menikmati DraKor. Ada yang merekomendasi Reply 1988, Itaewon Class, Hi Bye Mama!, The World of Married. Tapi, entah mengapa saya tidak bisa menerima langsung (atau lebih tepatnya mungkin: tidak bisa sukarela mengikuti).

Tulisan ini bukan review ya, apalagi berkesan spoiler. Saya hanya sekadar curahkan isi hati saya, mengapa saya belum bisa pindah ke lain hati dari CLOY. Apakah karena Kapten Ri? Atau karena Yoon Se-Ri? Tidak juga. Atau karena sosok aktor/aktrisnya seperti Hyun Bin dan Son Ye-Jin? Bisa juga sih. Saya suka dengan gaya akting mereka, termasuk pemeran CLOY lainnya. Seperti terasa sangat pas dalam pemilihan aktor dan aktrisnya. Tapi, kalau dibilang saya suka CLOY karena Hyun Bin atau Son Ye-Jin, ya tidak juga. Alasan kuatnya, saya sudah coba telusur film lain yang diperankan mereka berdua, saya juga tidak bisa langsung mudah menikmati seperti saya menonton CLOY. Beberapa akting Son Ye-Jin dalam film durasi panjang (bukan serial DraKor) saya memang pernah sekilas tonton, kebetulan atau tidak, tapi memang filmnya yang saya anggap bagus itupun hanya 2, yaitu A Moment to Remember dan Be With You. Akting Hyun Bin yang lain? Saya sudah mencoba untuk menikmati Memories of The Alhambra, sebuah DraKor yang direkomendasikan juga. Tapi, juga tidak bertahan lama. Bahkan hanya 1 episode.
Jadi, saya bisa simpulkan, saya bukan Die Hard Fans DraKor. Atau, jangan-jangan memang belum ya. Lebih karena khawatir ketagihan mengikuti serial yang menggiurkan daripada menolak “menjadi fans DraKor”. Buktinya jelas, serial DraKor yang saya tonton barulah CLOY. Saya sangat menyukai plotnya per-episode. Pola twist dalam cerita per-episode juga seru, baik Penulis Naskah atau Sutradara saya rasa sangat jagoan mengemas ceritanya. Selain itu? Lagu dan musiknya! Ini mungkin pendapat sangat subjektif, apalagi saya tidak bisa bandingkan dengan DraKor lainnya. Tapi saya jujur juga suka dengan musik yang disajikan di CLOY, begitu pas dan mendalam. Meskipun bukan berarti ngehdengan artinya.
Bagaimana manja-manjanya Yoon Se-Ri dan sebaliknya manjanya si Kapten Ri juga nikmat saja diikuti. Kadang memang terasa “murah” dan bisa jadi untuk sebagian penonton “memuakkan”, tapi saya sangat menikmati hiburan ini. Seperti rindu film drama Asia yang pernah ditayangkan di televisi swasta Indonesia terobati. Kerinduan dengan DraKor Jadul berjudul Endless Love (Autumn In My Heart) atau kerinduan menonton Drama Jepang berjudul Tokyo Love Story seperti terobati.

Nah, bisa jadi alasannya adalah itu, atas nama ‘kerinduan drama Asia’ yang menyentuh. Saya adalah penonton Drama Jepang Tokyo Love Story ketika masih kecil/remaja. Drama yang begitu membekas dan terasa mengesankan kala itu, seperti dihadirkan kembali dalam drama percintaan Kapten Ri dan sang Desainer Se-Ri. Latar belakang Korea Utara dengan segala misterinya ditambah dengan glamornya kehidupan Korea Selatan yang berusaha dihadirkan dalam CLOY juga begitu memberikan kesan untuk saya. Saya menjadi sangat tertarik dengan kehidupan Korea Utara. Bahkan saya akhirnya mencari Dokumenter yang membahas Korea Utara, salah satunya adalah “Life in North Korea” karya DW pun saya lahap juga. Saya penasaran dengan misterinya. Bukan ketakutan yang saya rasakan ketika menonton. Justru rasa penasaran dan kagum dengan keindahan “orisinilnya”. Meskipun, sebagian cerita tentang Korea Utara dalam film CLOY juga menjadi pro-kontra atau cenderung dibantah oleh warga Korea Utara (Kang & Krassi, 2020). Tapi, kreator CLOY saya rasakan cukup berhasil menggambarkan kehidupan Korea Utara. Buktinya? saya menjadi tertarik untuk mencari tahu Korea Utara. Malah bukan Korea Selatannya lho.
_
Korea Selatan bisa disebut sebagai negara yang berhasil memperkenalkan budaya populernya. Bahkan, melalui industri budaya tersebut, Korea Selatan pada akhirnya memperoleh efek yang sangat positif dalam mengembangkan industri kreatif (Hui, 2007). Tentu ini bukan perjuangan yang singkat untuk Korea Selatan. Mulai dari usaha perusahaan elektronik besar “Samsung” yang dengan begitu besar motivasinya untuk menggeser dominasi perusahaan elektronik Jepang, “Sony” (Chang, 2011). Begitu juga dengan upaya Korea Selatan untuk merubah pandangan masyarakat terhadap produk lainnya, seperti industri hiburan. Saya dulu mungkin lebih mengenal Tokyo Love Story, serial drama Jepang yang begitu ‘legend‘ untuk saya pribadi. Namun, saya tidak dengan begitu mudahnya bisa menerima kehadiran Drama Korea Selatan seperti Winter Sonata atau Autumn In My Heart. Jelas ini adalah asumsi pribadi, karena pada kenyataannya, banyak orang Indonesia yang sangat menyukai Drama Asia contohnya fenomena Metor Garden. Pandangan masyarakat global untuk memberikan respon positif terhadap musik Korea Selatan juga butuh waktu. Gangnam Style yang begitu mudah diingat goyangannya, sehingga serentak ‘menggoyang’ dunia. Begitu pula, fenomena Blackpink, ‘semacam’ girlband yang sampai saat ini pun masih sangat eksis dan sepertinya justru berada dalam puncak karir. Gerakan K-Pop Fans, mengingatkan kepada British Invasion (Perone, 2009), ketika musisi Inggris berhasil meraih pasar global, khususnya Amerika (Roggen, 2015). Begitu juga dengan JPop yang serupa tapi tak sama dengan British Invasion, yaitu ketika musisi Jepang juga semakin diterima oleh masyarakat global (Monty, 2010; Lee et all, 2020 ).
Korea Selatan, berhasil berada pada posisi yang sangat baik saat ini. Paling tidak selama 10 tahun terakhir ini. Industri kreatif Korea Selatan begitu menggeliat. Beberapa pengamat menyebutnya dengan Korean Wave (Ravina, 2009). Di balik ‘glamour’-nya Korea Selatan, tentu ini tetap saja disebut sebagai ‘kesadaran palsu’. Seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx (Insook, 2014). Layaknya bagaimana Amerika Serikat berhasil sebagai ‘adikuasa’ dalam industri hiburan, banyak juga masyarakat di sana, termasuk warga negara Indonesia yang tinggal di sana. Bahwa ‘kenikmatan’ dan ‘keindahan’ yang dipaparkan melalui pengusaha Hollywood hanyalah kumpulan dokumentasi fiksi. Tulisan ini, mungkin tidak akan membahas bagian kritis tersebut. Dalam posisi saya sebagai pengagum Crash Landing On You. Serta film Parasite. Korea Selatan berhasil menemukan strategi globalisasi industri kreatif-nya, khususnya industri hiburan (Boman, 2019). Perkembangan teknologi komunikasi semakin memberikan peluang bagi industri kreatif di Korea Selatan (Tan et al, 2020). Banyak masyarakat yang sangat menantikan aksi artis Korea Selatan melalui medium digital, buktinya? Blackpink sangat diuntungkan dengan media digital saat ini. Lonjakan yang luar biasa begitu diraih ketika single terbaru mereka ‘How You Like That’ mendapatkan respon yang sangat besar melalui Youtube (Spangler, 2020). Tidak hanya itu, bagaimana respon masyarakat global ketika menantikan aksi kolaborasi mereka dengan artis Selena Gomez juga menjadi komoditi tersendiri. Tidak hanya single lagu atau musik videonya yang dinantikan. Beritanya menjadi bahan berita hiburan, aksi belakang layarnya menjadi bahan juga, apalagi aksi animasi versi Zepeto-nya pun meraih pasar juga.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia mampu. Optimisme tentu saja perlu dibangun, meskipun membutuhkan waktu juga. Apalagi jika dikaitkan dengan sistem ekonomi, politik dan tentu saja faktor budaya. Keberagaman Indonesia tentu menjadi modal yang sangat luar biasa, meskipun, itu juga butuh semangat gotong royong. Seperti ciri khas perjuangan rakyat Indonesia. Indonesia dengan beragam suku, banyak provinsi tentu perlu memiliki strategi yang terpadu. Mulai dari masyarakat paling kecil ditunjang kemudian bagaimana peran Pemerintah Daerah dapat menemukan potensi dalam budayanya. Kemudian, ditambah dengan dukungan Pemerintah Pusat, yang saat ini melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat menciptakan suasana kondusif untuk berkolaborasi. Negara Indonesia membutuhkan waktu panjang? ya jelas. Apalagi saat ini juga masih ‘sibuk’ (jika tidak mau disebut ‘terjebak’) dengan diskusi pemecahbelah unsur rakyat, sibuk perebutan kekuasaan alias politik, yang sebenarnya tidak berpengaruh kepada kreativitas masyarakat kecil. Tapi, pada akhirnya berpotensi melahirkan pembatasan pengembangan kreativitas masyarakat, khususnya terkait kebijakan serta peraturan.
Referensi:
Artikel Ilmiah dan Buku
Boman, Björn. (2019). Achievement in the South Korean Music Industry. 8. 6-26.
Chang, S. J. (2011). Sony vs Samsung: The Inside Story of the Electronics Giants-Battle For Global Supremacy. John Wiley & Sons.
Hui, D. (2007). The Creative Industries and Entrepreneurship in East and Southeast Asia. In C. Henry (Ed.), Entrepreneurship in the Creative Industries: An International Perspective. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing
Insook, K. (2014). It All Leads to Education: Korean Motherhood, Patriarchy, and Class Consciousness in the TV Drama, Eligible Wife (Anaeui Jagyeok). Review of Korean Studies, 17(1), 39-70.
Lee, Y. L., Jung, M., Nathan, R. J., & Chung, J. E. (2020). Cross-National Study on the Perception of the Korean Wave and Cultural Hybridity in Indonesia and Malaysia Using Discourse on Social Media. Sustainability, 12(15), 6072.
Monty, A. (2010). Micro: global music made in J‐pop?. Inter‐Asia Cultural Studies, 11(1), 123-128.
Perone, J. E. (2009). Mods, rockers, and the music of the British invasion. ABC-CLIO.
Ravina, M. (2009). Introduction: conceptualizing the Korean wave. Southeast Review of Asian Studies, 31, 3.
Roggen, A. L. (2015). Globalization of popular culture: Kpop in an American dominated world. https://theses.ubn.ru.nl/handle/123456789/774
Tan, FTC, Ondrus, J, Tan, B, Oh, J. (2020) Digital transformation of business ecosystems: Evidence from the Korean pop industry. Inf Syst J. 30: 866– 898.
Media Online
Ji-won, Choi. (2020, Feb 17). “Crash Landing on You” ends with tvN’s highest ratings yet. The Korea Herald, Retrieved http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20200217000679
Kang, Taejun & Twigg, Krassi. (2020, March 4). North Korea blasts South’s ‘insulting’ dramas and films. Retrieved from https://www.bbc.com/news/blogs-news-from-elsewhere-51740826
Spangler, Todd. (2020, June 27). Blackpink ‘How You Like That’ Rockets to New YouTube Record for 24-hour Views.Variety, Retrieved from https://variety.com/2020/digital/news/blackpink-how-you-like-that-youtube-record-24-hour-views-1234692226/
Ini tulisan blog yang sangat terkesan iseng ya, bukan bermaksud membuat review ataupun beropini. Tapi memang bisa jadi, suatu saat saya akan review ya. Tapi tidak sekarang. Termasuk mungkin menulis tentang Korea Selatan ataupun Korea Utara. Post kali ini, saya hanya sekadar menulis dan “pamer” kalau saya berhasil menonton serial DraKor CLOY. Itupun berkat Covid-19. Saya menonton CLOY persis bulan-bulan awal ketika Pemerintah Indonesia umumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Salah satu hiburan awal saat masa “di rumah saja”.